Memahami tahapan pengembangan sebuah
perumahan adalah salah satu cara meringankan kesulitan saat memulai jadi
pengembang/developer. Dengan pemahaman itu kita bisa membuat perencanaan dan
persiapan. Beberapa tahapan bisa dilakukan simultan. Misalnya, pematangan tanah
dapat dikerjakan bersamaan dengan pengurusan izin lokasi, sertifikat induk dan
IMB. Tapi, ada juga tahapan yang harus dilalui dulu sebelum masuk ke tahap
berikutnya. Misalnya, tidak disarankan memasarkan rumah saat pembebasan tanah
masih berlangsung kendati banyak developer melakukannya. Juga, berisiko sudah
menjual dan membangun padahal legalitas dan perizinan belum jelas. Berikut 9
tahapan pengembangan sebuah perumahan (Real Estate Development) tersebut (tanpa
memperhitungkan proses pendirian badan usaha bila pengembangan dilakukan badan
usaha):
1. Survei lokasi.
1. Survei lokasi.
Cari lokasi dengan akses relatif
baik ke pusat kegiatan dan fasilitas publik. Untuk perumahan berskala mungil di
dalam kota, lokasi di gang pun tak mengapa selagi masih bisa dilalui mobil.
Lokasi yang terlalu jauh dari jalan utama, pusat kegiatan dan fasilitas publik
akan membuat perumahan sulit dipasarkan. Pastikan juga harga tanahnya
kompetitif, cara pembayaran tidak memberatkan, dan di lokasi ada saluran
pembuangan. “Yang terakhir ini wajib. Kalau nggak jelas mau membuang air ke
mana, kita tidak ambil tanahnya,” kata Ghofar. Lihat juga pasarnya, apakah
kalau di situ dibangun perumahan konsumen yang disasar akan meminatinya?
Terakhir, sebaiknya kualitas air tanah di lokasi cukup memadai, paling tidak
untuk mandi, cuci, kakus.
2. Cek Peruntukan Lahan.
2. Cek Peruntukan Lahan.
Mencek peruntukan tanah ke dinas
tata kota setempat untuk memastikan lokasi memang bisa untuk perumahan.
Perjelas juga koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien lantai bangunan (KLB),
garis sempadan jalan (GSJ) dan bangunan (GSB)-nya karena akan mempengaruhi
harga jual rumah. Misalnya, kalau KDB-nya hanya 20 persen, berarti salable area
(yang boleh dijual berupa tanah+bangunan) hanya 20 persen dari total lahan.
3. Meneliti Status Lahan.
3. Meneliti Status Lahan.
Tahapan selanjutnya adalah meneliti
status dan sertifikat tanah, apakah hak milik, HGB, girik dan lain-lain? Tanah
hak milik dan HGB jelas paling aman tapi harganya mahal. Karena itu tanah girik
atau belum bersertifikat boleh dibeli karena harganya murah.
4. Mengajukan Izin.
4. Mengajukan Izin.
Mengajukan izin lokasi ke pemda
setempat untuk membebaskan tanah, membangun, mengelola dan mengalihkan kepada
pihak lain (untuk pengembangan yang memerlukan izin lokasi). Tanah yang tidak
butuh izin lokasi bisa langsung dibeli.
5. Membebaskan Tanah.
5. Membebaskan Tanah.
Pastikan bertransaksi langsung
dengan pemilik tanah yang sah dan dilakukan di depan PPAT. Membeli tanah
melalui lelang juga bisa jadi alternatif. “Harganya lebih murah dan clear and
clean,” ujar Yudi. Hanya tanah ini harus dibayar tunai.
6. Mengurus Sertifikat Induk.
6. Mengurus Sertifikat Induk.
Tanah perlu segera disertifikatkan
atas nama kita atau badan usaha yang didirikan yang disebut sertifikat induk.
Jasa PPAT kembali bisa digunakan karena mereka biasanya memiliki relasi yang
baik dengan kantor pertanahan. Saat sertifikat induk diproses kita sudah bisa
melakukan pematangan tanah dan memasarkan rumah secara informal.
7. Mengajukan Permohonan IMB.
7. Mengajukan Permohonan IMB.
Tahapan selanjutnya adalah
mengajukan permohonan IMB induk disertai site plan (untuk perumahan yang
memerlukan izin lokasi atau SIPPT). Sedangkan untuk perumahan berskala mini
yang tidak perlu izin lokasi, bisa langsung mengajukan permohonan IMB disertai
peta kaveling dan desain rumah.
8. Memasarkan.
Kalau site plan disetujui dan IMB
induk diterbitkan, pemasaran rumah sudah bisa dimulai secara resmi dengan
menarik tanda jadi dan uang muka. Begitu rumah laku kita langsung melakukan
proses pemecahan sertifikat induk dan IMB induk (pada perumahan yang memiliki
izin lokasi) atas nama pembeli. Sementara pembeli bisa mengajukan permohonan
KPR inden ke bank untuk membiayai pembelian rumah. Masa inden (menunggu) sejak
rumah dipasarkan hingga serah terima bervariasi tergantung kelas rumah. Untuk
RS misalnya, hanya 3 – 4 bulan, sedangkan rumah menengah dan menengah atas
antara 6 – 18 bulan.
9. Pelayanan Komplain.
9. Pelayanan Komplain.
Melayani komplain selama masa
retensi, yaitu masa garansi rumah yang berlangsung antara 3 – 6 bulan setelah
serah terima (tergantung kebijakan setiap developer). Jadi, bila terjadi
kerusakan seperti bocor, retak-retak dan lain-lain selama masa itu, pastikan
Anda memperbaikinya secara profesional.
1 komentar:
Saya ingin bertanya jika status tanah masih girik apakah pembeli bisa mengajukan KPR kepada bank?maksud hati proses pembangunan berjalan seiring dengan proses penaikan ke sertifikat langsung atas nama pembeli rumah,bisa ga ya?
Posting Komentar